Kehidupan setelah kematian memang sesuatu yang misterius. Demikian juga adanya 'pribadi adikuasa' yang hanya bisa dirasakan 'bagian kecilnya' saja. Saya menemukan sebuah ilustrasi menarik (yang mungkin tidak sepenuhnya paralel dengan permasalahan di atas) pada laman facebook Barefoot College tertanggal 12 Februari 2015 yang lalu.
"Saudaraku, apakah kamu percaya pada kehidupan setelah kita keluar dari kandungan?"
Yang lain menjawab, "Ya, tentu saja. Harus ada sesuatu setelah kelahiran. Mungkin kita berada di sini untuk mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi kemudian. "
"Omong kosong," kata bayi pertama. "Tidak ada kehidupan di luar kandungan ini. Kehidupan macam apa itu?"
Yang kedua berkata, "Aku tidak tahu, tapi pastinya akan ada lebih banyak cahaya daripada di sini. Mungkin kita akan berjalan dengan kaki dan makan dari mulut kita. Mungkin kita akan memiliki indra lain yang kita tidak bisa mengerti saat ini."
Bayi pertama menyahut, "Itu tidak masuk akal. Berjalan adalah mustahil. Dan makan dengan mulut kita? Konyol! Tali pusat memasok nutrisi dan segala sesuatu yang kita butuhkan. Tapi tali pusat sangat singkat. Kehidupan setelah kita keluar dari kandungan ini tidak masuk akal."
Yang kedua bersikeras, "Yah aku pikir ada sesuatu dan mungkin itu berbeda dari yang ada di sini. Mungkin kita tidak perlu tali pusat ini lagi."
Pertama menjawab, "Omong kosong. Katakanlah, jika ada kehidupan di luar sana, maka mengapa tidak ada yang pernah kembali dari sana? Keluar dari kandungan adalah akhir kehidupan, dan setelah keluar dari kandungan ini tidak ada apa-apa kecuali kegelapan, kesunyian dan dilupakan semua orang. Kita tidak akan kemana-mana."
"Yah, aku tidak tahu," kata bayi kedua, "tapi pasti kita akan bertemu Ibu dan dia akan mengurus kita."
Pertama menjawab, "Ibu? Kamu benar-benar percaya pada Ibu? Itu konyol...ha..ha..ha.... Jika Ibu ada lalu di mana dia sekarang?"
Yang kedua berkata, "Dia ada di sekitar kita. Kita dikelilingi oleh dia. Kita berasal dari dia. Kita hidup di dalam dia. Tanpanya dunia ini tidak akan dan tidak bisa ada."
Kata bayi pertama, "Baiklah, bagaimanapun aku tidak melihatnya, sehingga masuk akal sekali bahwa dia tidak ada."
Bayi kedua pun menjawab, "Ketika kamu berada di keheningan dan kamu memusatkan perhatian serta benar-benar mendengarkan, kamu dapat merasakan kehadirannya, dan kamu dapat mendengar suaranya yang penuh cinta, memanggil kita dari atas sana."
---
Entah siapa pengarang cerita ini, yang jelas, tulisan ini sudah banyak dicuplik sebagai sebuah dialog filosofis yang sudah ada sejak dahulu kala.
Dalam keterbatasan kita tidak akan bisa memahami seluruh karya besar yang dikerjakan oleh Allah. Itu adalah hal yang mustahil. Akan tetapi, ketidaktahuan kita mengenai suatu hal tidaklah berarti tidak-adanya hal tersebut. Tetapi ada suatu dimensi dimana kita dapat "mengetahui" sesuatu di luar apa yang kita mampu "ketahui".
Keselamatan, surga, dan kehidupan setelah kematian, bagi logika manusia, adalah sesuatu yang fiktif. Iman (mencakup juga kepercayaan kita)-lah yang membuat semuanya itu berada dalam alam pikiran kita. Akan tetapi, perbuatan iman adalah sesuatu yang nyata. Segala apa yang kita percayai/imani mengenai keselamatan, surga, dan kehidupan setelah kematian (juga tentang Tuhan) tidak akan memiliki arti apabila tidak ada tindakan kita yang menyatakannya.
Rasul Paulus adalah salah seorang yang mengerti tentang ini. Beliau menulis dalam suratnya kepada jemaat di Roma, di pasal 12, begitu jelas, bagaimana pikiran manusia itu terbatas dan harus dikuasai menurut ukuran iman. Dan dari sana, perbuatan kitalah yang akan menjadi pernyataan iman kita.
Apakah yang anda percayai?
Apakah perbuatan anda sudah sesuai dengan apa yang anda percayai?
Apakah anda setuju dengan apa yang anda perbuat?
Selamat berkontemplasi sejenak.
---
Entah siapa pengarang cerita ini, yang jelas, tulisan ini sudah banyak dicuplik sebagai sebuah dialog filosofis yang sudah ada sejak dahulu kala.
Dalam keterbatasan kita tidak akan bisa memahami seluruh karya besar yang dikerjakan oleh Allah. Itu adalah hal yang mustahil. Akan tetapi, ketidaktahuan kita mengenai suatu hal tidaklah berarti tidak-adanya hal tersebut. Tetapi ada suatu dimensi dimana kita dapat "mengetahui" sesuatu di luar apa yang kita mampu "ketahui".
Keselamatan, surga, dan kehidupan setelah kematian, bagi logika manusia, adalah sesuatu yang fiktif. Iman (mencakup juga kepercayaan kita)-lah yang membuat semuanya itu berada dalam alam pikiran kita. Akan tetapi, perbuatan iman adalah sesuatu yang nyata. Segala apa yang kita percayai/imani mengenai keselamatan, surga, dan kehidupan setelah kematian (juga tentang Tuhan) tidak akan memiliki arti apabila tidak ada tindakan kita yang menyatakannya.
Rasul Paulus adalah salah seorang yang mengerti tentang ini. Beliau menulis dalam suratnya kepada jemaat di Roma, di pasal 12, begitu jelas, bagaimana pikiran manusia itu terbatas dan harus dikuasai menurut ukuran iman. Dan dari sana, perbuatan kitalah yang akan menjadi pernyataan iman kita.
Apakah yang anda percayai?
Apakah perbuatan anda sudah sesuai dengan apa yang anda percayai?
Apakah anda setuju dengan apa yang anda perbuat?
Selamat berkontemplasi sejenak.
No comments:
Post a Comment