Friday, May 30, 2014

Shortcut

Ada sebuah istilah yang sudah sangat kita kenal yaitu “shortcut” atau lebih dikenal dengan “potong kompas” atau “jalan pintas” (pengertian ini yang akan kita gunakan dalam pembahasan). Secara konotatif, istilah ini bisa bermakna positif atau pun negatif. Definisi resminya adalah sebagai berikut:
jalan pintas - 1. jalan yg lebih dekat (untuk sampai ke tempat tujuan); 2. ki cara bertindak yg tidak mengikuti aturan (hukum); terobosan;  - (KBBI)

Semenjak kita belum mengenal istilah ini pun kita sudah terbiasa dengan penerapannya sehingga kita tidak akan menaruh perhatian khusus ketika mendengar tentang ini. Lantas apa pentingnya topik ini? Mari kita simak kisah-kisah berikut.
 

#1

Saya teringat sepotong cerita dalam pelajaran Sejarah ketika saya masih SMP. Sebelum tahun 1870, seluruh kapal yang berlayar dari Eropa menuju Asia dan sebaliknya harus melalui rute yang panjang dengan mengitari benua Afrika. Lalu atas prakarsa dari seorang insinyur Perancis bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps, dibukalah sebuah jalan pintas yang disebut Terusan Suez. Sejak saat itu, perjalanan laut dari Eropa ke Asia dan sebaliknya mengalami efisiensi yang sangat signifikan. Mereka tidak perlu lagi mengitari benua Afrika yang luas itu.

 

#2

courtesy of dwinarwoko.blogspot.com/
Ini adalah potret pada tahun 2008 yang lalu dimana sejumlah anak pulang sekolah mencoba mencari jalan pintas dengan menyeberang sungai melalui pipa PDAM, di Jalan Kedinding, Surabaya. Mereka melakukan hal tersebut karena akses jembatan yang biasanya mereka lewati di bongkar untuk akses Surabaya - Madura (Suramadu). Anak-anak tersebut terpaksa mengabaikan keamanan dan keselamatan mereka sendiri demi mendapatkan jalur yang lebih singkat untuk sampai ke sekolah.
 

#3

courtesy of lamongankab.go.id/
Kalau gambar ini adalah salah satu jenis jalan pintas yang lain. Saya yakin kejadian ini sangat familiar untuk anda. Dan dengan berbagai alasan hal ini sudah menjadi permakluman publik. Untuk memperjelas maksud saya, saya akan gambarkan secara lisan gambar tersebut: Ada seorang pengendara motor yang baru saja berputar-balik menuju jalur yang berlawanan tanpa menghiraukan rambu larangan yang ada demi mempersingkat jarak tempuh yang selayaknya dia tempuh lebih jauh apabila harus melewati jalur yang seharusnya.

Karena pengertian dari "jalan pintas" bersifat netral, maka saya akan mencoba meletakkannya demikian.

Manusia sudah terlahir dengan kemampuan berfikir, sehingga inovasi dan problem solving sudah menjadi kemampuan standar yang dimilikinya, walaupun dengan kadar yang berbeda-beda. Bahkan hal ini (menurut saya) sudah ada semenjak manusia belum mengenal dan jatuh dalam dosa. Misi "beranak-cucu, bertambah banyak, penuhilah bumi, kuasai, dan taklukkan" yang diemban manusia sangat membutuhkan kemampuan ini.

Jadi, apa masalahnya, masbro?

Ketika tabiat dosa itu melekat dalam diri manusia, segala pertimbangan dalam pemikiran manusia selalui diinjeksi dengan opsi yang bertujuan menyenangkan, memudahkan, membuat nyaman, serta berifat mengurangi kerja keras, mengesampingkan aturan dan etika, dan "wes ta, gak pa-pa, sithik ae kok..."  Hal semacam inilah yang mempengaruhi keputusan dalam pengambilan jalan pintas. Jalan pintas yang seharusnya diterapkan untuk menciptakan efisiensi secara benar seperti halnya contoh #1 di atas, berubah menjadi "pokok'e" (pokok'e cepat, pokok'e murah, pokok'e gampang, pokok'e enak, pokok'e untung...dan terakhir: pokok'e joged!). Prinsip "pokok'e" ini berakibat pada  peng-abai-an (atau setidaknya penurunan kadar) terhadap hati nurani, norma dan etika yang ada.

Apa itu "tabiat dosa"?

Dosa bukanlah suatu "materi" yang berdimensi asal-usul, sebagaimana juga marah dan malu (keduanya tidak pernah diciptakan, secara materi, oleh Tuhan). Dosa (juga marah dan malu) lebih berdimensi sebab-akibat. Karena manusia melanggar perintah Allah, terjadilah dosa ("hamartia"-Gerika) dan berlanjut dengan "tabiat dosa", yaitu sifat memiliki kecenderungan berbuat dosa. Inilah yang "diturunkan" hingga manusia jaman ini.

Allah berkata, "...segala sesuatunya adalah baik." Tidak ada dosa, tidak ada sifat-sifat dosa, tidak ada sifat-sifat "defective" / "cacat". Dosa melahirkan sifat-sifat kejahatan sebagai akibat. Akibat yang melahirkan sifat "cacat".
 
Sebagai referensi, ada sebuah kutipan dari blog tetangga beda kampung, sebagai berikut:
Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.

“Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan”.

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”.

“Tentu saja,” jawab si Profesor,

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”

“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”

Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”

Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”

Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”

Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya.
Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.” Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein
(sumber: inspirasikita1.wordpress.com )

Back to Shortcut
 
Jalan pintas memang diadakan untuk efisiensi dan efektivitas suatu proses. Hal ini ada dalam setiap aspek kehidupan kita; dalam hubungan, dalam studi, dalam berkarir/pekerjaan, dalam bernegara, pun dalam ber-Tuhan (walaupun, menurut saya, jalan pintas ini tidak akan berhasil untuk 2 hal: hubungan dan ber-Tuhan). Namun, apabila jalan pintas ini telah melanggar norma dan etika yang ada, apakah yang kita harapkan selain pelanggaran yang semakin parah.
 
Ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya kita renungkan sebelum berinovasi, berkreasi, dan mengambil keputusan dalam hidup kita, yaitu
  • Apakah jalan pintas berupa keputusan/inovasi/pemecahan masalah yang kita ambil berasal dari dasar pertimbangan yang benar?
  • Apakah pertimbangan kita sudah memperhatikan hati nurani, etika, dan norma yang ada?
  • Apakah jalan pintas yang kita ambil/ciptakan bukan hanya baik, melainkan juga berguna?


Marilah kita berproses dengan benar.
Salam Pramuka!
 

No comments:

Post a Comment